KOTA Mentok di Kabupaten Bangka
Barat adalah kota tua yang berdiri sejak berabad silam. Penjajah Belanda-lah
yang membangun daerah itu, sekaligus menjadikannya sebagai kota pelabuhan.
MELALUI Pelabuhan Muntok di Mentok,
hasil alam terutama lada putih Bangka yang begitu terkenal diangkut kapal-kapal
Belanda menuju ke daratan Eropa. Melalui Pelabuhan Muntok pula timah yang
digali dari bumi Bangka dikirim ke negara penjajah.
Bekas kejayaan Mentok-sekaligus
kebesaran penjajah Belanda-sampai kini masih jelas terlihat di kota yang kini
ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Bangka Barat tersebut. Ratusan gedung tua
dengan mudah ditemui di seantero kota pantai dan perbukitan tersebut.
Dua di antara ratusan gedung tua
yang masih kokoh berdiri bahkan memiliki nilai sejarah yang amat tinggi bagi
negara ini. Dua gedung tua itu adalah Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam,
gedung tersebut pernah dijadikan tempat tinggal pendiri negara ini.
Bung Karno bersama Bung Hatta dan
sejumlah pemimpin republik pernah menempati dua bangunan bersejarah itu saat
dibuang Belanda pada Februari 1949. Bung Hatta saat dibuang menempati
Pesanggrahan Menumbing yang terletak di tengah hutan perawan di atas Bukit
Menumbing.
Di dua gedung yang lokasinya
berjarak sekitar 10 kilometer itulah pemimpin lain seperti H Agus Salim dan Mr
Mohammad Roem dibuang bersama Presiden dan Wakil Presiden RI pertama tersebut.
Di Mentok, wisatawan dapat pula
menikmati kemegahan bangunan tua yang masih kokoh, mercu suar Tanjung Kelian
yang dibangun tahun 1862. Dari puncak bangunan itu, pengunjung bisa menyaksikan
seantero Mentok dan sekitarnya.
Namun, sayang, Mentok pun seperti
kota tua yang terlupakan. Kota kecamatan itu tetap belum menjadi daerah tujuan
wisata, baik bagi wisatawan luar daerah maupun mancanegara. Mentok baru
dinikmati oleh sebagian kecil warga setempat dan daerah lain di Pulau Bangka.
Wisatawan lokal itu umumnya juga
hanya menikmati Pantai Tanjung Kelian dan mercu suarnya, serta Bukit Menumbing.
Karena belum dikelola menjadi daerah tujuan wisata, menyebabkan Mentok tidak
bisa berkembang sebagaimana mestinya.
Untuk Sejumlah kendala menghadang
perkembangan Mentok. Salah satu hambatan utama adalah sulitnya transportasi di
daerah itu. Agar bisa ke Bukit Menumbing, misalnya, alat transportasi yang bisa
digunakan hanya dengan mobil atau sepeda motor sewaan, namun biayanya relatif
mahal.
Para tukang ojek sepeda motor,
misalnya, memasang tarif Rp 50.000-Rp 75.000 sekali jalan. Sementara mobil
sewaan memasang tarif Rp 250.000. Mahalnya biaya disebabkan medan yang berat
harus dilalui jika hendak ke Menumbing.
Jalan menanjak yang lebarnya hanya
dua meter menjadi alasan mahalnya tarif. Belum lagi perjalanan menuju Menumbing
yang harus melalui hutan perawan sejauh lima kilometer. “Saya tidak berani
mengantar ke sana,” ujar Sarif, salah seorang tukang ojek sepeda motor ketika
diajak ke Menumbing.
Di perbukitan dengan ketinggian
sekitar 800 meter dari permukaan laut tersebut pengunjung bisa melihat-lihat
kamar tempat Bung Karno dan Bung Hatta serta salah satu mobil yang mereka pakai
saat diasingkan Belanda di daerah itu.
Pesanggrahan tempat pembuangan Bung
Karno dan Bung Hatta itu sejak beberapa tahun lalu telah diubah menjadi hotel
dengan nama Jati Menumbing. Dari atas perbukitan ini, Kota Mentok, Pelabuhan
Muntok, dan Selat Bangka terlihat dengan jelas.
Di Mentok juga terdapat Wisma
Ranggam yang saat ini tengah dipugar. Gedung tua itu juga pernah menjadi tempat
tinggal Bung Karno saat berada dalam pengasingan di Mentok.
Keindahan Mentok tidak hanya itu.
Berjalan-jalan di dalam kota kecil itu tidak ubahnya berjalan-jalan di kota
tua. Di mana-mana terdapat gedung tua, baik yang masih terawat karena dihuni
maupun yang sudah rusak berat karena dibiarkan telantar.
Itu semua bisa menjadi daya tarik
bagi pengunjung yang datang. Warga Sumatera, misalnya, bisa datang ke Mentok
melalui Pelabuhan Muntok. Dari Pelabuhan Boom Baru di tepi Sungai Musi di Kota
Palembang, Mentok dapat dicapai dengan kapal cepat sekitar 2,5- 3 jam.
Belum bisa diwujudkannya Mentok
sebagai daerah tujuan wisata, diakui Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Mentok
Fauzi. Menurut dia, hal itu terjadi terutama karena selama ini perhatian
pemerintah daerah dan pemerintah pusat masih kurang.
Namun, setelah Kabupaten Bangka
dimekarkan dan salah satunya menjadi Kabupaten Bangka Barat, Fauzi yakin Mentok
akan tumbuh menjadi daerah tujuan wisata yang dapat diandalkan. “Mentok
ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Bangka. Mudah-mudahan dengan menjadi ibu
kota kabupaten, dalam waktu lima tahun ke depan Mentok akan jauh lebih maju,”
katanya.
Dengan menjadi ibu kota kabupaten,
ungkap Fauzi, pembangunan Mentok tentu akan lebih diperhatikan. Pembangunan di
kecamatan yang berpenduduk sekitar 40.000 jiwa itu akan menyentuh pula sektor
pariwisata.
WISATA Pulau Bangka memang tidak
hanya melulu mengandalkan pantainya yang cantik-cantik. Sejumlah obyek lain di
pulau itu bisa diandalkan menjadi magnet penarik wisatawan.
Sebut saja misalnya beberapa
tempat-tempat pemandian air panas di beberapa kabupaten. Salah satunya adalah
tempat wisata pemandian air panas Pemali di Sungai Liat, Kabupaten Bangka.
Sama seperti beberapa pemandian ari
panas lain di Bangka, sumber mata air panas di Pemali juga berasal dari dalam
perut bumi. Air panas yang konon bisa menyembuhkan aneka macam penyakit kulit
itu keluar memancar dari perut bumi.
Namun, sayang, saat ini Pemali
ditutup sementara karena di lokasi itu tengah dibangun rumah makan dan gedung
lainnya. Hanya warga sekitar lokasi pemandian itu yang masih bisa mandi-mandi
atau sekadar merendam kakinya di kolam air panas. Satu lokasi pemandian air
panas lainnya ada di Dendang, Kecamatan Kelapa. Namun, lokasi ini belum
dikelola secara baik.
Selain Pantai Pasir Padi, masih
banyak pantai lain yang seharusnya bisa mengundang wisatawan. Sebut saja
misalnya Pantai Matras, Pantai Parai/Tenggiri, Pantai Batu Bedaun, Pantai
Tanjung Pesona, Pantai Teluk Uber, Pantai Rebo, Pantai Air Anyer, Pantai
Remodong, Pantai Tanjung Kelian, Pantai Tanjung Ular, Pantai Pasir Kuning, dan
Pantai Penyak.
Bagi penggemar lokasi wisata bukan
pantai, Bangka juga memiliki tak sedikit tempat wisata. Bagi mereka yang suka
wisata alam, di Sungailiat, Kabupaten Bangka, terdapat hutan wisata. Hutan ini
terletak di jantung Sungailiat. Lokasinya di depan Masjid Agung. Tempat ini
sering dipakai berkemah oleh anak-anak muda atau pelajar dan Pramuka.
Pulau Bangka yang sekitar 40 persen
penduduknya warga keturunan Cina juga banyak memiliki gedung-gedung tua yang
indah. Bahkan, kampung Cina dengan ciri khasnya bisa ditemui di sejumlah
lokasi. Di beberapa kampung Cina, keanekaragaman adat, seni, dan budayanya bisa
menjadi pemandangan tersendiri.
Beberapa kampung Cina yang terdapat
di Pulau Bangka antara lain di Pari Tiga Jebus, Kuto Panji Belinyu, Kampung
Bintang, Pangkal Pinang, dan Desa Mengkuban Manggar.
Desa wisata, tetapi dalam nuansa
lain bisa pula ditemukan di Bangka, yakni Desa Wisata Bali. Desa ini adalah
Trans VI Batu Betumpang yang merupakan desa percontohan, dengan penduduk
berasal dari Bali. Bersihnya perkampungan, sifat gotong royong, balai banjar,
dan pura tempat sembahyang umat Hindu Bali menjadi ciri khasnya.
Bangka seolah-olah diciptakan Tuhan
menjadi tempat tujuan wisata. Lokasi wisata lain yang dapat dinikmati
pengunjung antara lain air terjun Sadap di Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka
Tengah. Bahkan, tersedia wisata agro di pulau ini. Kebun lada putih yang banyak
tersebar di pulau itu, ditambah perkebunan karet dan kelapa sawit, bisa menjadi
pemandangan yang mengasyikkan bagi pengunjung.
Bagi penggemar buah nanas, hamparan
perkebunan nanas yang luas bisa disaksikan di Toboali, di bagian selatan Pulau
Bangka. Di perkebunan nanas ini pengunjung bisa langsung menikmati nanas segar
dan manis langsung dari kebun.
Membicarakan potensi wisata Pulau
Bangka memang seakan tiada habisnya. Selain di Mentok, tempat wisata sejarah
terdapat pula di Kota Pangkal Pinang. Salah satu bangunan tua adalah Museum
Timah yang terletak di jantung kota. Gedung ini menyimpan sejarah penambangan
timah di Bangka.
Bangka masih pula menyimpan potensi
wisata lain, misalnya kolam ikan Pha Kak Liang dengan bangunan khas Cina di
Belinyu, klenteng di daerah Jebus juga menyimpan keindahan arsitektur khas
Cina.
Begitu banyak dan beragamnya potensi
wisata Bangka, membuat pulau ini pantas disebut tidak kalah dengan Pulau
Dewata. Namun, pengelolaan yang tidak maksimal menyebabkan potensi ini seperti
terabaikan. Jangankan orang Jakarta dan kota besar lainnya, warga Palembang dan
Sumatera Selatan yang bertetangga pun seperti enggan berkunjung ke Bangka.